Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat

Kalangan; Black’s Law Dictionary mengartikan monopoli sebagai “a peveilege or peculiar advantage vested in one or more persons or companies, consisting in the exclusive right ( or power ) to carry on a particular article, or control yhe sale of whole supply of a particular commodity ” . (Henry Champbell Black,1990 : 696)

Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie Siswanto:2002)

Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
1. Pengertian
Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, pengaturan mengenai persaingan usaha tidak sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum dan Pasal 382 bis KUH Pidana.
Berdasarkan rumusan Pasal 382 bis KUH Pidana, seseorang dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus ribu rupiah atas tindakan ‘persaingan curang’ bila memenuhi beberapa kriteria sbb:
1. Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan curang
2. Perbuatan persaingan curang dilakukan dalam rangka mendapatkan, melangsungkan, dan memperluas hasil dagangan atau perusahaan
3. Perusahaan, baik milik si pelaku maupun perusahaan lain, diuntungkan karena persaingan curang tersebut
4. Perbuatan persaingan curang dilakukan dengan cara menyesatkan khalayak umum atau orang tertentu
5. Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut menimbulkan kerugian bagi konkruennya dari orang lain yang diuntungkan dengan perbautan si pelaku
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud dengan pelaku usaha adalahsetiap orang-perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha dapat dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa jika kelompok usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Dengan demikian praktik monopoli harus dibuktikan dahulu adanya unsur yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan kepentingan umum.

2. Asas dan Tujuan
Dalam melakukan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan umum dan pelaku usaha. Sementara itu tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sbb:
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, dan kecil
3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha
4. Menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
3. Kegiatan yang Dilarang
1. Monopoli
Monopoli adalah pengadaan barang dagangan tertentu sekurang-kurangnya sepertiganya dikuasai oleh satu orang atau kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan.
2. Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan pasar yang tidak seimbang dan dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang terbatas pada seorang pembeli.
3. Penguasaan pasar
Penguasaan pasar merupakan proses, cara, atau perbuatan menguasai pasar yang berupa:
1. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
2. Menghalangi konsumen untuk melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaing pada pasar bersangkutan
3. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu
4. Persengkongkolan
Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada beberapa bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai Pasal 24, yaitu sbb:
1. Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat
2. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan
3. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengahambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaing dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan menjadi berkurang, baik jumlah, kualitas maupun kecepatan waktu yang disyaratkan.
Pasal 1 angka 4 UU No.5 Th.1999 menyebutkan bahwa posisi dominan merupakan keadaan pelaku usaha yang tidak adanya pesaing yang berarti di pasar ybs dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasaiatau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan , akses pada pasokan, penjualan, dan menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Persentase penguasaan pasar oleh pelaku usaha sehingga dapat dikatakan menggunakan posisi dominan sebagaimana ketentuan di atas adalah sbb:
1. Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
2. Dua atau tiga pelaku usaha satau satu kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
6. Jabatan rangkap
Seseorang yang menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila:
1. Berada dalam pasar bersangkutan yang sama
2. Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha
3. Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Pemilikan saham
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut mengakibatkan persentase penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan posisi dominan (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam menjalankan perusahaan, pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum, yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28).
Hanya penggabungan yang bersifat vertikal yang dapat dilakukan sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 14.

4. Perjanjian yang Dilarang
1.
1. Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah sedikit sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka:
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha dengan secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
2. Pelaku usaha patut diduga melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa bila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Penetapan harga
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian sbb:
1. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
2. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
3. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaing untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
4. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari harga yang telah dijanjikan
5. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
1. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut berakibat:
1. merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain
2. membatasi pelaku usaha lain dalam menjaul atau membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
3. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa.
1. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap perusahaan atau peseroan anggotanya yang bertujuan mengontrol produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa.
1. Oligopsoni
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai pembelian atau penerimaan pasokan secara bersama-sama agar dapat mengendalikan harga barang atau jasa dalam pasar ybs
2. Pelaku usaha dapat diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
1. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau tempat tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain:
1. harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok
2. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
3. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Sumber :
http://rischaandriana.blogspot.com/2012/04/anti-monopoli-dan-persaingan-usaha.html

ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT

Pos ini dipublikasikan di Tak Berkategori. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar